Prolog
Oleh beberapa yang disebut ulama Islam sejak dahulu, makna perkataan ummi dalam beberapa surah Alquran, misalnya Surah Al-A’raf 157 “nabi yang ummi” diartikan buta huruf, tidak pandai membaca dan menulis. Dan ajaran mereka diterima tanpa ragu
oleh hampir seluruh umat Islam sejak dari zaman dahulu hingga ke hari ini. Bahkan oleh ulama-ulama kemudian berusaha
membenarkan dan mempertahankan mitos
ini, termasuk yang dilakukan Prof Achmad Ali, yang sesungguhnya sejak awal
telah menjadi polemik dalam diri beliau, karena sesungguhnya bagi siapapun,
pendapat bahwa Nabi Muhammad buta huruf, tidak tahu membaca dan menulis adalah
suatu kenyataan menyakitkan dan sangat sulit diterima.Oleh beberapa yang disebut ulama Islam sejak dahulu, makna perkataan ummi dalam beberapa surah Alquran, misalnya Surah Al-A’raf 157 “nabi yang ummi” diartikan buta huruf, tidak pandai membaca dan menulis. Dan ajaran mereka diterima tanpa ragu
oleh hampir seluruh umat Islam sejak dari zaman dahulu hingga ke hari ini. Bahkan oleh ulama-ulama kemudian berusaha
Tidak ada larangan untuk meninjau
kembali pandangan tersebut, apalagi itu hanyalah pendapat beberapa ulama.
Pendapat ulama bukanlah sesuatu yang sakral. Kita bisa membandingkannya dengan
pandangan Alquran dalam hal ini ayat-ayat Alquran yang mengandung kalimat
“ummi” yang akan membuktikan bahwa pandangan Nabi Muhammad buta huruf bukan
saja tidak sesuai kenyataan, tetapi juga berbau fitnah yang amat besar dalam
Islam. Antara lain ayat yang dimaksudkan berbunyi; “Dialah yang mengutus
seorang Rasul kepada kaum yang “ummi” dari kalangan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, meskipun sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata” (Qs. Al-Jumuah : 2).
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, meskipun sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata” (Qs. Al-Jumuah : 2).
Memahami Makna “Ummi”
Kaum yang “ummi” yang disebut dalam
ayat tersebut adalah kaum Arab. Orang-orang Arab pada zaman Nabi Muhammad
diceritakan dalam buku sejarah, berada pada tahap tinggi dalam kesusasteraan
dengan karya-karya sastera yang berkualitas dipamer dan ditempelkan di dinding
Kakbah. Tentu itu tidak menggambarkan orang Arab jahiliah ketika itu berada
dalam keadaan buta huruf. Mereka dikatakan jahiliah hanya dalam
persoalan aqidah dan kepercayaan, bukan dalam pelbagai bidang lain.
persoalan aqidah dan kepercayaan, bukan dalam pelbagai bidang lain.
Kata “ummi”, menurut Alquran adalah
orang-orang yang tidak, atau belum diberi satupun Kitab oleh Allah. Kaum Yahudi
telah diberi tiga buah kitab melalui beberapa orang nabi mereka. Karenanya,
mereka di sebut ahli kitab. Sedangkan orang-orang Arab, belum diberi satupun
kitab sebelum Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad yang orang Arab. Hal ini
dijelaskan-Nya dalam Firman-Nya: “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah
diberi kitab, dan orang-orang “ummi” (yang tidak diberi kitab), sudahkah kamu
tunduk patuh?” (Qs Ali Imran: 20).
Maka jelaslah, tidak seluruhnya kata
“ummi” itu bermakna buta huruf. Lantas, apakah Rasulullah buta huruf? Alquran
membantah pendapat ini secara terang-terangan dan
berkali-kali. Banyak ayat di dalam Alquran yang mengisahkan nabi diperintahkan supaya membaca ayat-ayat-Nya kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini menunjukkan nabi pandai membaca.
berkali-kali. Banyak ayat di dalam Alquran yang mengisahkan nabi diperintahkan supaya membaca ayat-ayat-Nya kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini menunjukkan nabi pandai membaca.
Contoh ayat dimaksud antara lain;
“Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah, aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan
kepadamu….” (QS 6:151). Atau, “Demikianlah Kami mengutus kamu (Muhammad) kepada
satu umat yang sebelumnya beberapa umat telah berlalu, agar engkau bacakan
kepada mereka (Alquran) yang Kami wahyukan kepadamu.…” (QS 13:30). Atau, : “Dia
yang mengutus kepada kaum yang ummi (orang Arab) seorang rasul (Muhammad) di
kalangan mereka untuk membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,” (QS 62:2). Baca
juga dalam QS 5:27, QS 17:106, 27:91-92, QS 33:33-34, QS 39:71.
Tambahan pula, sulit menerima
hakikat bahwa seorang Nabi pilihan-Nya tidak tahu membaca padahal ayat yang
diturunkan pertama kali adalah perintah membaca, “Bacalah dengan menyebut nama
Tuhanmu yang menciptakan” (QS 96:1). Ayat Alquran yang pertama sudah
menyiratkan bahwa bahwa Nabi Muhammad tidak buta huruf. Sebab, sebuah
kesia-siaan saja bila Allah menyapa Nabi Muhammad dengan perintah untuk membaca
(kalau beliau dianggap buta-huruf). Karenanya, bagi Syekh Al-Maqdisi, penulis
buku Nabi Muhammad, Buta Huruf atau Genius? (Mengungkap Misteri “Keummian”
Rasulullah) jawabannya jelas: Ada tafsir sejarah yang keliru terhadap kapasitas
Rasulullah, khususnya dalam soal baca-tulis. Dan semua itu, bersumber dari
kekeliruan kita dalam menerjamahkan kata “ummi” dalam Alquran maupun Hadis,
yang oleh sebagian besar umat Islam diartikan “buta huruf”.
Menurut Al-Maqdisi, “ummi” memang
bisa berarti “buta huruf”, tapi ketika menyangkut Nabi Muhammad, “ummi” di situ
lebih berarti orang yang bukan dari golongan Yahudi dan Nasrani. Pada masa itu,
kaum Yahudi dan Nasrani sering kali menyebut umat di luar dirinya sebagai
orang-orang “ummi” atau “non-Yahudi dan non-Nasrani”, atau orang-orang yang tidak
diberi kitab. Termasuk Rasulullah dan orang Arab lainnya.
Alquran tidak hanya menjelaskan nabi
pandai membaca, tetapi pandai menulis. Dalam
Alquran dijelaskan orang-orang kafir menuduh Rasul menulis dongeng-dongeng orang terdahulu dan disebutnya firman-firman Tuhan: “Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (QS Al-Furqan : 5).
Alquran dijelaskan orang-orang kafir menuduh Rasul menulis dongeng-dongeng orang terdahulu dan disebutnya firman-firman Tuhan: “Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (QS Al-Furqan : 5).
Dan terakhir, terdapat sebuah ayat
lagi yang insya Allah dapat menepis sama sekali keraguan terhadap Nabi yang
dikatakan tidak pandai membaca dan menulis. Firman-Nya: “Dan engkau (Muhammad)
tidak pernah membaca suatu kitab sebelum (Alquran) dan engkau tidak (pernah)
menulis suatu kitab dengan tangan kananmu, sekiranya engkau pernah membaca dan
menulis niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya.” (QS Al-Ankabut : 48).
Ayat ini menegaskan, Nabi tidak
pernah membaca dan menulis satupun Kitab sebelum menerima Alquran. Maksudnya,
setelah menerima Alquran, Rasul membaca dan menulis Kitab dengan tangan
kanannya. Ayat ini pun menunjukkan, dengan tidak pernahnya Rasullullah membaca
atau menulis satu kitab pun semisal Alquran, bukan berarti Rasulullah tidak
tahu membaca dan menulis. Misalnya membaca dan menulis dalam urusan
perdagangannya. Nabi adalah seorang pedagang yang terkenal. Dan para ahli
sejarah sepakat, pada zaman Nabi tidak menggunakan angka-angka; huruf huruf
abjad telah digunakan sebagai angka-angka. Sebagai seorang pedagang yang
berurusan dengan nomor-nomor atau angka-angka setiap hari, Nabi tentunya tahu
tentang abjad, dari satu sampai keseribu. Karenanya, tidak ada dalih yang kuat
apalagi untuk mempertahankan pendapat Nabi Muhammad buta huruf.
Ini bukan persoalan sederhana,
manusia adalah makhluk yang suka bercerita dan membangun hidupnya berdasarkan
cerita yang dipercayainya. Dengan cerita, kita menyusun dan menghimpun
pernik-pernik hidup kita yang berserakan. Naratif, kata filusuf Jerman Dilthey,
adalah pengorganisasian hidup (Zusammenhang des Lebens).
Penutup
Apa pun yang membantu kita
memberikan makna –pendapat, aliran pemikiran, mazhab, agama- selau didasarkan
pada cerita-cerita besar, grand narratives. Cerita yang kita dapat tentang Nabi
buta huruf yang wajib diteladani akan berpengaruh terhadap bagaimana kita menjalani
dan melakukan pengorganisasian hidup.
Dr Muhammad Syahrur, Penulis
Al-Kitab wal Quran tidak mau menerima cerita tentang buta hurufnya Nabi.
Karenanya ia mengatakan, “Nabi memang ummi, tetapi beliau mampu membaca dan
menulis.” Kalau keraguan masih ada, izinkan saya meminta untuk kembali membaca,
surat pertama Tuhan kepada kekasih-Nya, “Bacalah (Muhammad) dengan menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan….!” Wallahu ‘alam.
apakah konteks membaca itu harus memegang buku?apakah orang hafalan alqur'an bukan disebut membaca?
BalasHapusrasul memiliki sifat fathonah,yaitu cerdas, jadi maksud ayat di atas “Demikianlah Kami mengutus kamu (Muhammad) kepada satu umat yang sebelumnya beberapa umat telah berlalu, agar engkau bacakan kepada mereka (Alquran) yang Kami wahyukan kepadamu.…” (QS 13:30). ialah nabi muhammad diberi wahyu pasti dihafal betul,dan saat membacakan ayat saat berdakwah kpd sahabat, menurut saya ia ingat betul wahyu yang diberi oleh allah, jadi menurut saya membaca bukan berarti memegang buku lalu dibaca..tahfizh alquran juga dikategorikan membaca