Apa yang
harus kita lakukan sebagai muslim Pluralis dan Nasionalis?
Semangat Nasionalis
Seperti apa Indonesia itu?. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman, memiliki banyak pulau, tentunya kekayaan alamnya berlimpah karena kesuburan tanah yang dimiliki. Maka dari itu Indonesia harus bisa lebih maju dari Negara lain karena mempunyai modal kekayaan yang begitu melimpahnya. Namun mungkin yang kurang dari Indonesia adalah
sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan apa yang telah dianugrahkan kepada bangsa ini. Apalagi ditambah peretumbuhan penduduk yang semakin lama semakin meningkat maka akan membuat keterpurukan Indonesia tanpa diselingi dengan pertumbuhan cendekia yang mampu mengelola sumber daya alam yang ada.
Semangat ke-Indonesiaan atau nasionalisme adalah rasa dimana selalu menghidupkan budaya-budaya, cara hidup Indonesia. Semangat ke-Indonesiaan bisa disamakan dengan nasionalisme. Dimana selalu menjunjung tinggi bangsa Indonesia, membela, dam mematuhi peraturan. Selain itu juga ikut berkontribusi dalm pemerintahan, tidak bersifat pasif dengan segala yang terjadi di dalm pemerintahan maupun di masyarakat.
Apa yang bisa kita lakukan dan maknai 100 tahun kebangkitan masional? Setelah 100 tahun kebangkitan nasional, bukan angka yang kecil lagi untuk ukuran umur. Namun malahan ternyata masih menyisakan berbagai persolan yang memprihatinkan. Selain mengalami krisis keteladanan dan rawannya perpecahan akibat sikap kedaerahan maupun kelompok atau individu, juga nyaris tidak ada lagi yang bisa dibanggakan untuk mengakui diri sebagai orang Indonesia. Padahal, semestinya perjalanan seratus tahun perjalanan kebangkitan nasional sudah bisa membawa bangsa ini ke arah kemajuan dalam bingkai persatuan yang kokoh kuat.
Bagaimana menjadi seorang yang nasionalis?
Kabangkitan nasional sudah satu abad yang lalu. Memang 100 tahun itu waktu yang panjang, tetapi kita juga bisa melihat bahwa 100 tahun waktu yang singkat. Tetapi itu juga mengukur sesuatu itu dengan suatu keberhasilan. Namun di 100 tahun ini, yang kita hadapi sekarang ini bukan sebuah keberhasilan. Kita justru mengatakan, kita kok semakin terpuruk, dianggap semakin tidak baik, dan semua yang kita miliki hampir habis. Untuk itulah kita harus membangkitkan kembali semangat kebangkitan yang kedua. Jadi, bagaimana kita bisa menegakkan kembali Indonesia ini. Rasa kebangsaan kita harus pupuk kembali, dan kita dengungkan kembali.
Kita harus kembali pada tujuan kita merdeka ini untuk apa. Karena hukum mendasari semuanya, maka kita juga harus menerapkan dan membentuk hukum-hukum yang baik. Hukum yang melihat bawa rakyat itu kepinginnya apa. Kalau kita hanya membuat hukum yang tujuannya menomorsatukan penguasa, pimpinan, ya rakyat tidak akan melihat segi baiknya dari hukum itu. Tapi, bagaimana kita membentuk, membuat hukum yang diinginkan rakyat, yang bisa menjamin bahwa rakyat menjadap jaminan dari negara. Jaminan terhadap kemapanan, jaminan terhadap keadilan, jaminan terhadap kepastian hukum. Kalau rakyat bisa melihat itu semua, maka rakyat akan mempercai itu. Tapi juga hukum yang baik itu juga harus bisa dimplemntasikan. Barangkali menurut saya semua tataran diseluruh Indonesia itu, mungkin harus dimulai dari nol.
Sebagai seorang Indonesia, orang harus merasa bangga terhadap bangsa itu sendiri. Ini yang kadangkadang saat ini sudah tidak dirasakan oleh setiap orang Indonesia. Jadi, kadang-kadang orang Indonesia sudah mulai malu kalau dia mengaku orang Indonesia. Ini harusnya kita perlu mulai lagi menyebarkan, mengobarkan semangat ke- Indonesiaan. Kita adalah bangsa yang besar. Untuk itu kita harus selalu bergandeng tangan. Tidak boleh kita hanya memegang sekelompok orang, atau orang-orang tertentu di lingkungan kita. Tapi kita juga harus berpikir secara nasional. Jika selama ini kita melihat ada orang seperti itu, karena kita tidak merasa lagi apa yang bisa kita banggakan dengan
Indonesia. Jadi, orang menganggap bahwa Indonesia itu seperti bangsa yang semakin lama semakin terpuruk. Kalau kita melihat seperti, maka kita harus meneliti kembali. Kita harus mengevaluasi. Kita harus intropeksi, apa sih yang menjadi sebab sehingga kita malu menamakan kita bangsa Indonesia.
Semangat Nasionalis
Seperti apa Indonesia itu?. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman, memiliki banyak pulau, tentunya kekayaan alamnya berlimpah karena kesuburan tanah yang dimiliki. Maka dari itu Indonesia harus bisa lebih maju dari Negara lain karena mempunyai modal kekayaan yang begitu melimpahnya. Namun mungkin yang kurang dari Indonesia adalah
sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan apa yang telah dianugrahkan kepada bangsa ini. Apalagi ditambah peretumbuhan penduduk yang semakin lama semakin meningkat maka akan membuat keterpurukan Indonesia tanpa diselingi dengan pertumbuhan cendekia yang mampu mengelola sumber daya alam yang ada.
Semangat ke-Indonesiaan atau nasionalisme adalah rasa dimana selalu menghidupkan budaya-budaya, cara hidup Indonesia. Semangat ke-Indonesiaan bisa disamakan dengan nasionalisme. Dimana selalu menjunjung tinggi bangsa Indonesia, membela, dam mematuhi peraturan. Selain itu juga ikut berkontribusi dalm pemerintahan, tidak bersifat pasif dengan segala yang terjadi di dalm pemerintahan maupun di masyarakat.
Apa yang bisa kita lakukan dan maknai 100 tahun kebangkitan masional? Setelah 100 tahun kebangkitan nasional, bukan angka yang kecil lagi untuk ukuran umur. Namun malahan ternyata masih menyisakan berbagai persolan yang memprihatinkan. Selain mengalami krisis keteladanan dan rawannya perpecahan akibat sikap kedaerahan maupun kelompok atau individu, juga nyaris tidak ada lagi yang bisa dibanggakan untuk mengakui diri sebagai orang Indonesia. Padahal, semestinya perjalanan seratus tahun perjalanan kebangkitan nasional sudah bisa membawa bangsa ini ke arah kemajuan dalam bingkai persatuan yang kokoh kuat.
Bagaimana menjadi seorang yang nasionalis?
Kabangkitan nasional sudah satu abad yang lalu. Memang 100 tahun itu waktu yang panjang, tetapi kita juga bisa melihat bahwa 100 tahun waktu yang singkat. Tetapi itu juga mengukur sesuatu itu dengan suatu keberhasilan. Namun di 100 tahun ini, yang kita hadapi sekarang ini bukan sebuah keberhasilan. Kita justru mengatakan, kita kok semakin terpuruk, dianggap semakin tidak baik, dan semua yang kita miliki hampir habis. Untuk itulah kita harus membangkitkan kembali semangat kebangkitan yang kedua. Jadi, bagaimana kita bisa menegakkan kembali Indonesia ini. Rasa kebangsaan kita harus pupuk kembali, dan kita dengungkan kembali.
Kita harus kembali pada tujuan kita merdeka ini untuk apa. Karena hukum mendasari semuanya, maka kita juga harus menerapkan dan membentuk hukum-hukum yang baik. Hukum yang melihat bawa rakyat itu kepinginnya apa. Kalau kita hanya membuat hukum yang tujuannya menomorsatukan penguasa, pimpinan, ya rakyat tidak akan melihat segi baiknya dari hukum itu. Tapi, bagaimana kita membentuk, membuat hukum yang diinginkan rakyat, yang bisa menjamin bahwa rakyat menjadap jaminan dari negara. Jaminan terhadap kemapanan, jaminan terhadap keadilan, jaminan terhadap kepastian hukum. Kalau rakyat bisa melihat itu semua, maka rakyat akan mempercai itu. Tapi juga hukum yang baik itu juga harus bisa dimplemntasikan. Barangkali menurut saya semua tataran diseluruh Indonesia itu, mungkin harus dimulai dari nol.
Sebagai seorang Indonesia, orang harus merasa bangga terhadap bangsa itu sendiri. Ini yang kadangkadang saat ini sudah tidak dirasakan oleh setiap orang Indonesia. Jadi, kadang-kadang orang Indonesia sudah mulai malu kalau dia mengaku orang Indonesia. Ini harusnya kita perlu mulai lagi menyebarkan, mengobarkan semangat ke- Indonesiaan. Kita adalah bangsa yang besar. Untuk itu kita harus selalu bergandeng tangan. Tidak boleh kita hanya memegang sekelompok orang, atau orang-orang tertentu di lingkungan kita. Tapi kita juga harus berpikir secara nasional. Jika selama ini kita melihat ada orang seperti itu, karena kita tidak merasa lagi apa yang bisa kita banggakan dengan
Indonesia. Jadi, orang menganggap bahwa Indonesia itu seperti bangsa yang semakin lama semakin terpuruk. Kalau kita melihat seperti, maka kita harus meneliti kembali. Kita harus mengevaluasi. Kita harus intropeksi, apa sih yang menjadi sebab sehingga kita malu menamakan kita bangsa Indonesia.
Apakah
pluralisme itu?
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Pluralisme merupakan ciri khas Negara Indonesia. Keberagaman Indonesia terlihat dengan banyaknya suku seperti suku Dayak, Jawa, Sunda, Aceh, Madura, dan lain-lain. Suku merupakan peninggalan nenek moyang zaman dahulu yang berbeda-beda setiap daerahnya. Karena hampir setiap provinsi mempunyai suku tersendiri dan juga malahan punya bahasa daerah tersendiri. Bahasa dari satu povinsi dengan provinsi lain berbeda bahkan setiap kabupaten. Sebagai contoh bahasa Jawa mempunyai banyak versi, di Solo dan Jogja menggunakan bahasa keratin yang halus, Jawa Tengah yang bagian barat menggunakan bahasa Jawa Ngapak, sedangkan bagian Timur menggunakan bahasa Jawa Kasar.
Selain suku dan bahasa, Indonesia juga mempunyai budaya yang beragam. Sama seperti suku dan bangsa, Indonesia memiliki banyak budaya disetiap provinsi. Budaya-budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang yang dilestarikan hingga sekarang. Budaya sama dengan adat yaitu kebiasaan dari zaman dahulu yang diwariskan secara turun temurun.
Keragaman yang lain yaitu agama. Indonesia memiliki 6 agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Ghucu. Dari berbagai agama tersebut maka Indonesia mempunyai sikap toleransi yang tinggi. Sehingga Negara Indonesia menjadi Negara nomor 1 yang mempunyai banyak jenis budaya, bahasa, suku dan agama.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota atau bahkan hanya dari pemimpin saja. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan kekuasaan politik dan keputusan kekuasaan lebih tersebar kepada aspirasi rakyat.
Partisipasi yang lebih tersebar luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah. Dalm perusahaan tentunya menampung tenaga kerja yang berbeda-beda baik dalam segi suku, agama, ras, bahasa. Sehingga Indonesia mempunyai bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, yang digunakan sebagai bahasa nasional dan pemersatu bangsa sehingga dari berbagai suku bisa berkomunikasi dengan baik. Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedoktera. Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing.
Akhir-akhir ini, “proyek” menyebabkan Indonesia mengalami pengkoyakan secara sistematis. Keragamaan budaya, bahasa, adat istiadat dan tradisi seolah menjadi alasan penguat terjadinya benturan yang dahsyat dalam bentuk konflik agama, suku, ras dan antargolongan (ideologi). Di berbagai wilayah nusantara seperti Kalimatan, Maluku, Poso, Papua dan lainnya benturan itu memakan korban nyawa manusia yang sangat mahal harganya.
Interaksi Sosial dalam Masyarakat Pluralis
Interaksi sosial mutlak dilakukan dalam masyarakat. Tidak ada masyarakat yang di dalamnya tidak terjadi interaksi. Karan manusia adalah makhluk social yang mutlak pasti melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial merupakan suatu kewajaran, bahkan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan setiap insan. Interaksi sosial merupakan bagian yang integral dari kehidupan dalam masyarakat.
Kelangsungan hidup dalam masyarakat sangat ditentukan oleh bantuan sosial dari orang yang ada di sekitarnya. Bantuan itu diperoleh melalui interaksi sosial dengan sesama manusia. Interaksi sosial dimulai dari keluarga, lingkungan sosial sampai pada masyarakat luas yang kompleks dan plural. Melalui interaksi sosial kebutuhan manusia dapat terpenuhi oleh manusia lainnya. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan melalui kerja sama dan tukar-menukar informasi, barang, dan jasa. Tukar-menukar kebutuhan dapat berlangsung melalui dua cara. Pertama, secara langsung dan kedua, secara tidak langsung. Tukar-menukar kebutuhan barang dan jasa secara langsung dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, melakukan barter. Barter adalah tukar-menukar barang yang berbeda dan dianggap memiliki nilai atau bobot yang sama. Kedua, pertukaran melalui uang. Uang merupakan alat tukar yang sangat adil karena kedua belah pihak tidak merasa dirugikan karena transaksinya dilakukan secara terbuka dan bebas.
Pertukaran yang adil dan seimbang melahirkan interaksi sosial yang harmonis dalam masyarakat. Sedangkan pertukaran yang tidak adil dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat. Semakin maju sebuah masyarakat semakin kompleks dan beragam interaksi sosial yang terjadi. Bukan hanya dalam ranah jual beli. Kompleksitas masyarakat bersisi ganda. Di satu sisi kompleksitas dapat mendorong interaksi sosial yang saling menguntungkan dan melahirkan harmoni sosial dalam masyarakat. Di sisi lain dapat memicu terjadinya konflik kepentingan dalam masyarakat.
Konflik kepentingan dalam masyarakat pluralis mudah terjadi karena banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam masyarakat. Aktivitas yang dilakukan bukan saja berbeda tetapi bahkan dalam banyak hal bertentangan satu sama lain.
Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan dan ketidakmauan pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Temanggung, BOM di Cirebon, kerusuhan antar pelajar. Sebagai bangsa muda bisa dipahami mengapa selalu muncul kekuatan-kekuatan disintegratif yang selalu ingin memisahkan diri dari republik yang memang dibangun atas himpunan kerajaan kecil dengan berbagai keragaman suku dan bahasanya seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dan akhir-akhir ini muncul NII (Negara Islam Indonesia). Mereka melakukan pencarian identitas kesukuan dan keagamaan yang ”kebablasan” di beberapa daerah dan memunculkan prasangka antarsuku, antaragama, antargolongan.
Dampaknya bisa dilihat dari bagaimana tiap daerah berlomba-lomba memunculkan putra daerah sebagai bupati, wali kota, sampai tingkat kepala bagian. Selain mungkin memang tidak pantas menjadi juara, yang utama adalah karena menimbulkan antipati daerah lain yang calonnya tidak menang. Berbagai macam fanatisme sempit itu mengindikasikan kian jauhnya masyarakat dari semangat keindonesiaan. Kondisi makin memprihatinkan karena situasi yang bisa memupuk semangat keindonesiaan tidak ada. Berbagai ajang prestasi bangsa, sebutlah perebutan Piala Thomas dan Uber untuk bulu tangkis beregu, juga tak memberi hasil menggembirakan.
Iklan-iklan yang membangkitkan nasionalisme bangsa perlu disebarluaskan untuk kembali mengingatkan bahwa selain bangga menjadi orang Minang, Jawa, Bali, Papua, dan seterusnya, ada kebanggaan yang lebih besar sebagai bangsa Indonesia. Saat ini sudah 70 juta penduduk terancam menjadi pengangguran sehingga makin banyak orang yang lapar, tidak bisa mengakses pendidikan dan fasilitas kesehatan. Ditambah dengan penegakan keadilan dan penguatan masyarakat madani melalui pendekatan transformatif yang memberi ruang kepada masyarakat untuk mengatasi persoalannya sendiri tanpa intervensi otoritas agama, ilmu, pemerintah, dan berbagai otoritas lain yang cenderung mempersulit bukan mempermudah. Semua itu menjadi kunci menuju Indonesia yang harmonis, hanya memerlukan hukum yang bisa menjamin kebebasan privat setiap warga negara untuk menganut pandangan moral dan religiusitas yang berbeda-beda.
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Pluralisme merupakan ciri khas Negara Indonesia. Keberagaman Indonesia terlihat dengan banyaknya suku seperti suku Dayak, Jawa, Sunda, Aceh, Madura, dan lain-lain. Suku merupakan peninggalan nenek moyang zaman dahulu yang berbeda-beda setiap daerahnya. Karena hampir setiap provinsi mempunyai suku tersendiri dan juga malahan punya bahasa daerah tersendiri. Bahasa dari satu povinsi dengan provinsi lain berbeda bahkan setiap kabupaten. Sebagai contoh bahasa Jawa mempunyai banyak versi, di Solo dan Jogja menggunakan bahasa keratin yang halus, Jawa Tengah yang bagian barat menggunakan bahasa Jawa Ngapak, sedangkan bagian Timur menggunakan bahasa Jawa Kasar.
Selain suku dan bahasa, Indonesia juga mempunyai budaya yang beragam. Sama seperti suku dan bangsa, Indonesia memiliki banyak budaya disetiap provinsi. Budaya-budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang yang dilestarikan hingga sekarang. Budaya sama dengan adat yaitu kebiasaan dari zaman dahulu yang diwariskan secara turun temurun.
Keragaman yang lain yaitu agama. Indonesia memiliki 6 agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Ghucu. Dari berbagai agama tersebut maka Indonesia mempunyai sikap toleransi yang tinggi. Sehingga Negara Indonesia menjadi Negara nomor 1 yang mempunyai banyak jenis budaya, bahasa, suku dan agama.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota atau bahkan hanya dari pemimpin saja. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan kekuasaan politik dan keputusan kekuasaan lebih tersebar kepada aspirasi rakyat.
Partisipasi yang lebih tersebar luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah. Dalm perusahaan tentunya menampung tenaga kerja yang berbeda-beda baik dalam segi suku, agama, ras, bahasa. Sehingga Indonesia mempunyai bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, yang digunakan sebagai bahasa nasional dan pemersatu bangsa sehingga dari berbagai suku bisa berkomunikasi dengan baik. Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedoktera. Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing.
Akhir-akhir ini, “proyek” menyebabkan Indonesia mengalami pengkoyakan secara sistematis. Keragamaan budaya, bahasa, adat istiadat dan tradisi seolah menjadi alasan penguat terjadinya benturan yang dahsyat dalam bentuk konflik agama, suku, ras dan antargolongan (ideologi). Di berbagai wilayah nusantara seperti Kalimatan, Maluku, Poso, Papua dan lainnya benturan itu memakan korban nyawa manusia yang sangat mahal harganya.
Interaksi Sosial dalam Masyarakat Pluralis
Interaksi sosial mutlak dilakukan dalam masyarakat. Tidak ada masyarakat yang di dalamnya tidak terjadi interaksi. Karan manusia adalah makhluk social yang mutlak pasti melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial merupakan suatu kewajaran, bahkan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan setiap insan. Interaksi sosial merupakan bagian yang integral dari kehidupan dalam masyarakat.
Kelangsungan hidup dalam masyarakat sangat ditentukan oleh bantuan sosial dari orang yang ada di sekitarnya. Bantuan itu diperoleh melalui interaksi sosial dengan sesama manusia. Interaksi sosial dimulai dari keluarga, lingkungan sosial sampai pada masyarakat luas yang kompleks dan plural. Melalui interaksi sosial kebutuhan manusia dapat terpenuhi oleh manusia lainnya. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan melalui kerja sama dan tukar-menukar informasi, barang, dan jasa. Tukar-menukar kebutuhan dapat berlangsung melalui dua cara. Pertama, secara langsung dan kedua, secara tidak langsung. Tukar-menukar kebutuhan barang dan jasa secara langsung dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, melakukan barter. Barter adalah tukar-menukar barang yang berbeda dan dianggap memiliki nilai atau bobot yang sama. Kedua, pertukaran melalui uang. Uang merupakan alat tukar yang sangat adil karena kedua belah pihak tidak merasa dirugikan karena transaksinya dilakukan secara terbuka dan bebas.
Pertukaran yang adil dan seimbang melahirkan interaksi sosial yang harmonis dalam masyarakat. Sedangkan pertukaran yang tidak adil dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat. Semakin maju sebuah masyarakat semakin kompleks dan beragam interaksi sosial yang terjadi. Bukan hanya dalam ranah jual beli. Kompleksitas masyarakat bersisi ganda. Di satu sisi kompleksitas dapat mendorong interaksi sosial yang saling menguntungkan dan melahirkan harmoni sosial dalam masyarakat. Di sisi lain dapat memicu terjadinya konflik kepentingan dalam masyarakat.
Konflik kepentingan dalam masyarakat pluralis mudah terjadi karena banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam masyarakat. Aktivitas yang dilakukan bukan saja berbeda tetapi bahkan dalam banyak hal bertentangan satu sama lain.
Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan dan ketidakmauan pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Temanggung, BOM di Cirebon, kerusuhan antar pelajar. Sebagai bangsa muda bisa dipahami mengapa selalu muncul kekuatan-kekuatan disintegratif yang selalu ingin memisahkan diri dari republik yang memang dibangun atas himpunan kerajaan kecil dengan berbagai keragaman suku dan bahasanya seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dan akhir-akhir ini muncul NII (Negara Islam Indonesia). Mereka melakukan pencarian identitas kesukuan dan keagamaan yang ”kebablasan” di beberapa daerah dan memunculkan prasangka antarsuku, antaragama, antargolongan.
Dampaknya bisa dilihat dari bagaimana tiap daerah berlomba-lomba memunculkan putra daerah sebagai bupati, wali kota, sampai tingkat kepala bagian. Selain mungkin memang tidak pantas menjadi juara, yang utama adalah karena menimbulkan antipati daerah lain yang calonnya tidak menang. Berbagai macam fanatisme sempit itu mengindikasikan kian jauhnya masyarakat dari semangat keindonesiaan. Kondisi makin memprihatinkan karena situasi yang bisa memupuk semangat keindonesiaan tidak ada. Berbagai ajang prestasi bangsa, sebutlah perebutan Piala Thomas dan Uber untuk bulu tangkis beregu, juga tak memberi hasil menggembirakan.
Iklan-iklan yang membangkitkan nasionalisme bangsa perlu disebarluaskan untuk kembali mengingatkan bahwa selain bangga menjadi orang Minang, Jawa, Bali, Papua, dan seterusnya, ada kebanggaan yang lebih besar sebagai bangsa Indonesia. Saat ini sudah 70 juta penduduk terancam menjadi pengangguran sehingga makin banyak orang yang lapar, tidak bisa mengakses pendidikan dan fasilitas kesehatan. Ditambah dengan penegakan keadilan dan penguatan masyarakat madani melalui pendekatan transformatif yang memberi ruang kepada masyarakat untuk mengatasi persoalannya sendiri tanpa intervensi otoritas agama, ilmu, pemerintah, dan berbagai otoritas lain yang cenderung mempersulit bukan mempermudah. Semua itu menjadi kunci menuju Indonesia yang harmonis, hanya memerlukan hukum yang bisa menjamin kebebasan privat setiap warga negara untuk menganut pandangan moral dan religiusitas yang berbeda-beda.
Bagaimana
seharusnya menjadi masyarakat pluralisme?
Menjadi seorang pluralis tidak cukup hanya dengan pengakuan atas perbedaan-perbedaan dalam fakta keragaman masyarakat. Pluralisme butuh lebih dari sekadar pengakuan dasar itu. Menjadi seorang pluralis berarti selalu sedia untuk bergaul secara beradab, damai, dan santun dalam keragaman. Tidak membeda-bedakan antar golongan dan selalu menjaga kebiasaan rakyat Indonesia yang akrab dan sopan santun antar satu dengan yang lain, bahkan dengan bangsa lain.
Seringkali kita melihat bahwa titik tengkar dalam beragama adalah suburnya pengakuan akan kebenaran pandangan beragamanya sendiri. Prilaku ini memicu terjadinya sikap diskriminasi terhadap pihak-pihak yang berseberangan pandangan dengannya. Meraka bersikap egios antar agama masing-masing padahal tujuan daari setiap agama adalah perdamaian dan saling menghargai. Karena agama merupakan jalan manusia mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, hanya saja jalannya berbeda-beda. Selain agama masalah muncul karena permasalahan sekolah, seperti tawuran antar pelajar, pertikaian antar tetangga desa, dan masalah-masalah sejenisnya.
Tadi telah dikatakan bahwa pluralisme bukan sekedar mengakui adanya perbedaan, akan tetapi yang lebih utama adalah bagaimana menginternalisasikan esensi pluralisme tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pluralisme menolak keberadaan klaim-klaim kebenaran dan keselamatan dari individu, kelompok, ras, maupun agama tertentu. Seringkali kita melihat bahwa titik tengkar dalam beragama adalah suburnya pengakuan akan kebenaran pandangan beragamanya sendiri. Prilaku ini memicu terjadinya sikap diskriminasi terhadap pihak-pihak yang berseberangan pandangan dengannya.
Masyarakat perlu ditingkatkan kembali pemahamannya mengenai kemajemukan di Indonesia atau pluralisme sehingga tidak terjebak pada fanatisme yang mengarah pelanggaran kebebasan politik, pengambilan keputusan. Bila masyarakat sudah terjebak dalam fanatisme, maka akan memicu terjadinya gejolak dalaam suatu Negara. Dan tidak dipungkiri keamanan Negara akan terancam serta menimbulkan berbagai masalah dalam berbagai bidang kepemerintahan.
Tanpa disadari, sekelompok masyarakat telah mendiskriminasi kelompok lain hanya karena perbedaan pemahaman tentang agama misalnya. Dalam pemelukan agama sering kali mereka mengklaim agama yang lain adalah sesat.,sehingga sering terjadi pertikaian antar pemerintahan dan pemeluk suatu agama.
Jadi diperlukan suatu cara untuk menghindari konflik tersebut diatas. Untuk menciptakan harmoni sosial dalam masyarakat pluralis serta menumbuhkan semangat ke Indonesiaan ada tiga aspek yang perlu dilakukan. Pertama, memahami perbedaan. Kedua, bertoleransi terhadap perbedaan. Ketiga, menghargai anggota masyarakat lain. Ketiga aspek ini menarik kita kaji lebih jauh.
Menjadi seorang pluralis tidak cukup hanya dengan pengakuan atas perbedaan-perbedaan dalam fakta keragaman masyarakat. Pluralisme butuh lebih dari sekadar pengakuan dasar itu. Menjadi seorang pluralis berarti selalu sedia untuk bergaul secara beradab, damai, dan santun dalam keragaman. Tidak membeda-bedakan antar golongan dan selalu menjaga kebiasaan rakyat Indonesia yang akrab dan sopan santun antar satu dengan yang lain, bahkan dengan bangsa lain.
Seringkali kita melihat bahwa titik tengkar dalam beragama adalah suburnya pengakuan akan kebenaran pandangan beragamanya sendiri. Prilaku ini memicu terjadinya sikap diskriminasi terhadap pihak-pihak yang berseberangan pandangan dengannya. Meraka bersikap egios antar agama masing-masing padahal tujuan daari setiap agama adalah perdamaian dan saling menghargai. Karena agama merupakan jalan manusia mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, hanya saja jalannya berbeda-beda. Selain agama masalah muncul karena permasalahan sekolah, seperti tawuran antar pelajar, pertikaian antar tetangga desa, dan masalah-masalah sejenisnya.
Tadi telah dikatakan bahwa pluralisme bukan sekedar mengakui adanya perbedaan, akan tetapi yang lebih utama adalah bagaimana menginternalisasikan esensi pluralisme tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pluralisme menolak keberadaan klaim-klaim kebenaran dan keselamatan dari individu, kelompok, ras, maupun agama tertentu. Seringkali kita melihat bahwa titik tengkar dalam beragama adalah suburnya pengakuan akan kebenaran pandangan beragamanya sendiri. Prilaku ini memicu terjadinya sikap diskriminasi terhadap pihak-pihak yang berseberangan pandangan dengannya.
Masyarakat perlu ditingkatkan kembali pemahamannya mengenai kemajemukan di Indonesia atau pluralisme sehingga tidak terjebak pada fanatisme yang mengarah pelanggaran kebebasan politik, pengambilan keputusan. Bila masyarakat sudah terjebak dalam fanatisme, maka akan memicu terjadinya gejolak dalaam suatu Negara. Dan tidak dipungkiri keamanan Negara akan terancam serta menimbulkan berbagai masalah dalam berbagai bidang kepemerintahan.
Tanpa disadari, sekelompok masyarakat telah mendiskriminasi kelompok lain hanya karena perbedaan pemahaman tentang agama misalnya. Dalam pemelukan agama sering kali mereka mengklaim agama yang lain adalah sesat.,sehingga sering terjadi pertikaian antar pemerintahan dan pemeluk suatu agama.
Jadi diperlukan suatu cara untuk menghindari konflik tersebut diatas. Untuk menciptakan harmoni sosial dalam masyarakat pluralis serta menumbuhkan semangat ke Indonesiaan ada tiga aspek yang perlu dilakukan. Pertama, memahami perbedaan. Kedua, bertoleransi terhadap perbedaan. Ketiga, menghargai anggota masyarakat lain. Ketiga aspek ini menarik kita kaji lebih jauh.
Memahami
Perbedaan
Dalam masyarakat pluralis berinteraksi dengan orang yang berbeda dengan kita tidak dapat dihindari. Perbedaan itu sangat bervariasi mulai dari suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, sampai pada perbedaan tingkat kesejahteraan. Perbedaan itu harus dipahami dengan baik sehingga tidak menimbulkan riak-riak dalam interaksi sosial. Perbedaan suku jangan dijadikan sebagai pangkal konflik sehingga dalam interaksi sosial menjadi penghalang terciptanya harmoni sosial serta menghilangkan ciri kita sebagai bangsa Indonesia. Akan tetapi harus dicari titik temu di antara individu sehingga interkasi sosial berjalan harmonis. Demikian juga perbedaan tingkat pendidikan.
Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dituntut untuk senantiasa memahami orang lain yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah darinya, seperti bahasa yang digunakan hendaknya tidak terlalu tinggi. Di samping itu, dalam berdiskusi pendapat orang yang berpendidikan lebih rendah jangan disepelekan. Pendapat orang berpendidikan lebih rendah ditampung, kalau ada kekurangannya, maka tugas orang berpendidikan yang lebih tinggilah yang bertanggung jawab menyempurnakan dan merangkum pendapat orang yang berpendidikan lebih rendah sehingga diskusi itu dapat berjalan lebih harmonis. Sehingga tidak ada konflik serta perbedaan antara seorang yang berpendidikan tinggi dan berpendididkan rendah. Mereka semua dapat berbaur dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis dan saling bekerjasama.
Perbedaan kesejahteraan juga jangan dijadikan titik tolak konflik. Dalam interaksi sosial menurut Talcot Parsons memberi dan menerima tidak dapat dihindari. Tetapi memberi dan menerima itu tidak harus Fifty-Fifty (50:50) atau sama banyak. Misalnya orang kaya dapat memberikan sejumlah uang kepada si miskin. Si miskin dapat menyumbangkan tenaga dan memberi hormat kepada si kaya. Orang yang selalu memberi akan mendapat kehormatan dan mudah menyuruh. Sedangkan si miskin yang selalu diberi diharapkan memberi hormat dan siap disuruh oleh si kaya. Pemahaman posisi itulah yang melahirkan harmoni dalam interaksi sosial.
Dalam masyarakat pluralis berinteraksi dengan orang yang berbeda dengan kita tidak dapat dihindari. Perbedaan itu sangat bervariasi mulai dari suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, sampai pada perbedaan tingkat kesejahteraan. Perbedaan itu harus dipahami dengan baik sehingga tidak menimbulkan riak-riak dalam interaksi sosial. Perbedaan suku jangan dijadikan sebagai pangkal konflik sehingga dalam interaksi sosial menjadi penghalang terciptanya harmoni sosial serta menghilangkan ciri kita sebagai bangsa Indonesia. Akan tetapi harus dicari titik temu di antara individu sehingga interkasi sosial berjalan harmonis. Demikian juga perbedaan tingkat pendidikan.
Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dituntut untuk senantiasa memahami orang lain yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah darinya, seperti bahasa yang digunakan hendaknya tidak terlalu tinggi. Di samping itu, dalam berdiskusi pendapat orang yang berpendidikan lebih rendah jangan disepelekan. Pendapat orang berpendidikan lebih rendah ditampung, kalau ada kekurangannya, maka tugas orang berpendidikan yang lebih tinggilah yang bertanggung jawab menyempurnakan dan merangkum pendapat orang yang berpendidikan lebih rendah sehingga diskusi itu dapat berjalan lebih harmonis. Sehingga tidak ada konflik serta perbedaan antara seorang yang berpendidikan tinggi dan berpendididkan rendah. Mereka semua dapat berbaur dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis dan saling bekerjasama.
Perbedaan kesejahteraan juga jangan dijadikan titik tolak konflik. Dalam interaksi sosial menurut Talcot Parsons memberi dan menerima tidak dapat dihindari. Tetapi memberi dan menerima itu tidak harus Fifty-Fifty (50:50) atau sama banyak. Misalnya orang kaya dapat memberikan sejumlah uang kepada si miskin. Si miskin dapat menyumbangkan tenaga dan memberi hormat kepada si kaya. Orang yang selalu memberi akan mendapat kehormatan dan mudah menyuruh. Sedangkan si miskin yang selalu diberi diharapkan memberi hormat dan siap disuruh oleh si kaya. Pemahaman posisi itulah yang melahirkan harmoni dalam interaksi sosial.
Toleransi
Hidup bermasyarakat harus penuh toleransi terhadap orang berbeda dengan kita. Pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dianut juga membutuhkan toleransi. Toleransi itu lahir dari adanya pemahaman yang mendalam bahwa apa yang menjadi keyakinan bagi individu lain tidak boleh diubah apalagi dipaksa untuk menganut agama yang sesuai dengan keyakinan kita. Keyakinan untuk memeluk agama tertentu adalah Hak Asasi Manusia dan dijamin UUD 1945.
Kurang tepat kalau ada individu atau kelompok penganut agama tertentu memaksakan keyakinannya pada pemeluk agama lain yang berbeda keyakinannya. Sebab apa yang diyakini benar oleh penganut agama X belum tentu bisa diterima sebagai sesuatu yang benar oleh penganut agama Y. Sesame pemeluk agama harus menghormati agama lain misalnya agama X sedang melakukan ibadah, maka agama Y menghormati dengan tidak menggu kenyamanan ibadah mereka. Begitu pula sebaliknya mereka pasti akan menghormati jika kita melakukan ibadah. Maka dari itu di Indonesia setiap ada hari besar suatu agama pasti dijadikan libur nasional. Ini merupakan bentuk toleransi dalam bidang agama di Indonesia. Berikanlah kebebasan kepada setiap insan untuk memeluk agama dan keyakinan yang dianggap paling benar.
Hidup bermasyarakat harus penuh toleransi terhadap orang berbeda dengan kita. Pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dianut juga membutuhkan toleransi. Toleransi itu lahir dari adanya pemahaman yang mendalam bahwa apa yang menjadi keyakinan bagi individu lain tidak boleh diubah apalagi dipaksa untuk menganut agama yang sesuai dengan keyakinan kita. Keyakinan untuk memeluk agama tertentu adalah Hak Asasi Manusia dan dijamin UUD 1945.
Kurang tepat kalau ada individu atau kelompok penganut agama tertentu memaksakan keyakinannya pada pemeluk agama lain yang berbeda keyakinannya. Sebab apa yang diyakini benar oleh penganut agama X belum tentu bisa diterima sebagai sesuatu yang benar oleh penganut agama Y. Sesame pemeluk agama harus menghormati agama lain misalnya agama X sedang melakukan ibadah, maka agama Y menghormati dengan tidak menggu kenyamanan ibadah mereka. Begitu pula sebaliknya mereka pasti akan menghormati jika kita melakukan ibadah. Maka dari itu di Indonesia setiap ada hari besar suatu agama pasti dijadikan libur nasional. Ini merupakan bentuk toleransi dalam bidang agama di Indonesia. Berikanlah kebebasan kepada setiap insan untuk memeluk agama dan keyakinan yang dianggap paling benar.
Pengharagaan
Dalam masyarakat yang demokratis menghargai perbedaan mutlak dilakukan. Perbedaan pendapat dalam demokrasi adalah lumrah. Seorang yang demokrat tidak selalu mengasumsikan pendapatnya belum tentu benar. Orang yang demokrat terbuka bagi pendapat orang lain yang berbeda dengannya. Siapa tahu pendapat orang lain itu lebih benar dari pendapatnya. Menghargai pendapat yang berbeda memilki manfaat tertentu. Setidaknya ada tiga manfaat yang dapat diperoleh jika menghargai pendapat orang lain. Pertama, dapat diketahui pendapat yang paling baik dari sekian pendapat yang ada. Kedua, dapat mensintesis keunggulan dari setiap pendapat yang berbeda. Ketiga, diketahui pendapat yang paling jelek sehingga dapat dihindari kesalahan. Sehingga mencapai kemufakatan yang diinginkan.
Penghargaan dalam interaksi sosial juga perlu dilakukan dalam pemanfaatan ruang publik. Ruang publik adalah tempat yang dapat dipakai bersama dengan orang lain yang di sekitar kita. Dalam pemanfaatan ruang publik setiap orang dituntut untuk menghargai dan menghormati orang lain yang ada di sekitarnya. Setiap orang bebas melakukan apa saja sepanjang apa yang dilakukannya tidak mengganggu, apalagi mengusik kebebasan orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam pemanfaatan ruang publik setiap orang harus mampu menahan diri untuk menunda kesenangan atau keinginan individunya kalau diperkirakan ada orang lain yang terganggu dengan kesenangan atau keinginan subjektifnya itu. Kemampuan seseorang untuk menahan diri tidak menuruti kesenangan atau keinginan individu atau subjektifnya karena yang bersangkutan menghargai orang lain yang sedang menggunakan ruang publik. Jadi sangat di perlukan sikap saling menghargai dalam segala bidang. Agar tidak mudah menimbulkan konflik social. Karena kurangnya sikap menghargai pasti akan menuai konflik, bisa dalam jangka panjang maupun singkat.
Kehidupan yang demokratis dalam masyarakat pluralis pada dasarnya adalah mewujudkan saling memahami di antara sesama, bertoleransi dalam perbedaan, dan saling menghargai di antara sesama. Apabila setiap insan sudah memahami, bertoleransi, dan mengharagai orang lain dalam melakukan interaksi sosial, maka kehidupan sosial dalam masyarakat pluralis akan berjalan harmonis.
Dalam masyarakat yang demokratis menghargai perbedaan mutlak dilakukan. Perbedaan pendapat dalam demokrasi adalah lumrah. Seorang yang demokrat tidak selalu mengasumsikan pendapatnya belum tentu benar. Orang yang demokrat terbuka bagi pendapat orang lain yang berbeda dengannya. Siapa tahu pendapat orang lain itu lebih benar dari pendapatnya. Menghargai pendapat yang berbeda memilki manfaat tertentu. Setidaknya ada tiga manfaat yang dapat diperoleh jika menghargai pendapat orang lain. Pertama, dapat diketahui pendapat yang paling baik dari sekian pendapat yang ada. Kedua, dapat mensintesis keunggulan dari setiap pendapat yang berbeda. Ketiga, diketahui pendapat yang paling jelek sehingga dapat dihindari kesalahan. Sehingga mencapai kemufakatan yang diinginkan.
Penghargaan dalam interaksi sosial juga perlu dilakukan dalam pemanfaatan ruang publik. Ruang publik adalah tempat yang dapat dipakai bersama dengan orang lain yang di sekitar kita. Dalam pemanfaatan ruang publik setiap orang dituntut untuk menghargai dan menghormati orang lain yang ada di sekitarnya. Setiap orang bebas melakukan apa saja sepanjang apa yang dilakukannya tidak mengganggu, apalagi mengusik kebebasan orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam pemanfaatan ruang publik setiap orang harus mampu menahan diri untuk menunda kesenangan atau keinginan individunya kalau diperkirakan ada orang lain yang terganggu dengan kesenangan atau keinginan subjektifnya itu. Kemampuan seseorang untuk menahan diri tidak menuruti kesenangan atau keinginan individu atau subjektifnya karena yang bersangkutan menghargai orang lain yang sedang menggunakan ruang publik. Jadi sangat di perlukan sikap saling menghargai dalam segala bidang. Agar tidak mudah menimbulkan konflik social. Karena kurangnya sikap menghargai pasti akan menuai konflik, bisa dalam jangka panjang maupun singkat.
Kehidupan yang demokratis dalam masyarakat pluralis pada dasarnya adalah mewujudkan saling memahami di antara sesama, bertoleransi dalam perbedaan, dan saling menghargai di antara sesama. Apabila setiap insan sudah memahami, bertoleransi, dan mengharagai orang lain dalam melakukan interaksi sosial, maka kehidupan sosial dalam masyarakat pluralis akan berjalan harmonis.
Yang harus
kita lakukan.
Indonesia mempunyai bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional untuk mempersatukan suku-suku yang mempunyai bahasa yang berbeda. Maka dari itu nasionalisme bangsa haruslah diletakkan dalam akar kebhinekaan.
Kita anak bangsa merasa bangga dan benar-benar merasa menjadi bagian bangsa.
Bangga karena akar sejarah yang tercetak, bangga akan kebesarannya, bangga akan kemajemukan dan budayanya yang ramah-tamah. Dan, yang tak kalah penting, semua anak bangsa benar-benar merasakan bahwa kita semua adalah satu bagian dari bangsa ini. Bagian yang mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam memerankan kehidupan. Yang kaya memperhatikan yang miskin, yang punya kuasa selalu memperhatikan konstituennya, serta yang berada di daerah tidak merasa ketinggalan informasi dari mereka yang berada di pusat.
Sebagai Negara yang pluralis bukan suatu alasan untuk meninggalkan sikap nasionalisme. Seharusnya dengan adanya pluralisme kita dapat lebih nasionalis. Karena pluralisme merupakan ciri dari Negara Indonesia. Walaupun kita terdiri dari beberapa suku, agama, ras, bahasa namun kita satu kesatuan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia mempunyai bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional untuk mempersatukan suku-suku yang mempunyai bahasa yang berbeda. Maka dari itu nasionalisme bangsa haruslah diletakkan dalam akar kebhinekaan.
Kita anak bangsa merasa bangga dan benar-benar merasa menjadi bagian bangsa.
Bangga karena akar sejarah yang tercetak, bangga akan kebesarannya, bangga akan kemajemukan dan budayanya yang ramah-tamah. Dan, yang tak kalah penting, semua anak bangsa benar-benar merasakan bahwa kita semua adalah satu bagian dari bangsa ini. Bagian yang mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam memerankan kehidupan. Yang kaya memperhatikan yang miskin, yang punya kuasa selalu memperhatikan konstituennya, serta yang berada di daerah tidak merasa ketinggalan informasi dari mereka yang berada di pusat.
Sebagai Negara yang pluralis bukan suatu alasan untuk meninggalkan sikap nasionalisme. Seharusnya dengan adanya pluralisme kita dapat lebih nasionalis. Karena pluralisme merupakan ciri dari Negara Indonesia. Walaupun kita terdiri dari beberapa suku, agama, ras, bahasa namun kita satu kesatuan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar