Suatu hari, sang kiai mengutarakan kerisauannya di depan santri dan masyarakat. Intinya, ia menyampaikan bahwa lantai masjid harus segera diperbaiki, dan ia ingin kayu milik Masjid Desa Jragung Demak lama menjadi pengganti lantai masjidnya. Dana terkumpul, dari iuran santri dan jariyah warga Desa Brabo. Tapi belum cukup.
Akhirnya, Kiai Syamsuri ambil “jalan pintas”, yakni menjual kitab Syarah Bukhori setebal 12 jilid kepada Anwar, kala itu pemilik toko Toha Putera di Semarang. Namun, sang kiai bilang kepada Anwar bahwa kitab ini jangan dijual dulu kepada orang lain, karena suatu saat, dirinya akan datang: membeli kembali Syarah Bukhori kesayangannya ini.
Beberapa waktu kemudian, Anwar dikunjungi Kiai Hamid Kajoran Magelang. Biasalah, rumah pemilik toko kitab ada kitab-kitab aneka macam yang tertata rapi. Kiai Hamid pun biasa melihatnya. Tapi hari itu, mata Kiai Hamid tampak terpesona dengan setumpuk kitab teronggok. Tak lain, kitab itu Syarah Bukhori milik Anwar yang dibeli dari Kiai Syamsuri. Kiai Hamid tambah tertarik dengan kitab itu, karena setelah dibuka, semuanya telah diberi makna dengan rapi dan bagus.